
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto memang beda. Entah dibuat-buat atau tidak, sepanjang mata memandang tampak tindak-tanduknya Hasto dalam menjalani sidang perdana di PN Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025), begitu percaya diri alias pede. Ia kerap menebar senyum dan tetap menarasikan kriminalisasi sembari meyakinkan dirinya akan dibebaskan oleh majelis hakim Tipikor.
Sikap Hasto tak umum, tidak seperti kebanyakan para pesakitan yang sedang menghadapi dakwaan. Contoh saja, dua mantan menteri dari Partai NasDem, yaitu eks Menkominfo Johnny G. Plate dalam kasus BTS dan eks Mentan Syahrul Yasin Limpo dalam kasus pemerasan, yang sering tertunduk dan menghindari sesi wawancara.
Tingkah yang tak biasa ini disoroti peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah (Castro). Dia menilai ekspresi dan perilaku Hasto bisa diartikan bahwa 'anak emas' Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri itu memiliki 'kartu as' untuk memenangkan sidang.
"Nah, semringah Hasto itu bisa dianggap dia yakin dengan perkara yang dihadapi, kan," kata Castro sebagaimana dilansir Inilah.com, Jumat (14/3/2025).
Namun, Castro mempertanyakan apakah 'kartu as' yang dimiliki Hasto cukup kuat untuk melawan bukti yang diajukan jaksa terkait unsur perintangan penyidikan dan suap dalam dakwaan. Dari adu kuat bukti ini, nantinya Majelis Hakim Tipikor bakal memutuskan apakah Hasto bersalah atau tidak. Maka sebaiknya Hasto jangan kepedean.
"Nah, problem-nya adalah seberapa kuat bukti yang dimiliki oleh Hasto? Apakah berbanding lurus dengan keyakinannya? Karena perkara hukum itu adalah perkara pembuktian," jelasnya.
Diketahui, dalam sidang perdana Hasto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa perintangan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Jaksa menyebut Hasto berperan dalam memerintahkan Harun Masiku untuk menenggelamkan ponselnya saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2020 serta memerintahkan Kusnadi untuk membuang ponselnya saat pemeriksaan tahun 2024.
Selain itu, Hasto juga didakwa terlibat dalam pemberian suap kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Suap senilai Rp600 juta itu diberikan bersama-sama oleh advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku melalui mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio. Suap tersebut bertujuan agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Menurut jaksa, perbuatan Hasto termasuk tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
'Dendangkan' Narasi Kriminalisasi
Sepanjang sidang, Hasto nampak tenang memperhatikan dengan serius ketika JPU membaca dakwaan. Tapi langsung berbeda seusai sidang. Kepada para awak media yang meliput, Hasto kembali dendangkan narasi kriminalisasi, menyiratkan keyakinan penuh dirinya bakal bebas.
"Surat dakwaan yang tadi dibacakan oleh penuntut umum, dari situlah saya semakin meyakini bahwa ini adalah kriminalisasi hukum," kata Hasto kepada awak media di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
Menurutnya, surat dakwaan jaksa tampak seperti hasil daur ulang dari kasus suap terkait PAW di KPU yang sebelumnya menjerat kader PDIP Saeful Bahri, mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah). Hasto menilai ada kepentingan politik dalam proses hukum yang dijalaninya.
"Bahwa ini adalah pengungkapan suatu pokok perkara yang sudah inkrah, yang didaur ulang karena kepentingan-kepentingan politik di luarnya," ujarnya.
Meski demikian, Hasto menyatakan akan tetap mematuhi proses hukum yang berlaku melalui jalur pengadilan. Ia meyakini bahwa hakim akan bertindak adil dalam memutuskan perkaranya.
"Karena itulah saya mengikuti seluruh proses hukum ini dengan sebaik-baiknya, karena kami percaya bahwa keadilan akan ditegakkan," ucapnya.
Ketika keluar gedung menuju mobil tahanan, Hasto bersama simpatisannya terus bersorak-sorai menyanyikan lagu Maju Tak Gentar sebagai bentuk kepedeannya.