
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto didakwa memberikan suap secara bersama-sama kepada mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Suap tersebut senilai SGD 57.350 atau setara Rp600 juta untuk meloloskan mantan calon legislatif (caleg) PDI-P, Harun Masiku, menjadi anggota DPR RI periode 2019-2024 melalui mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW).
Pemberian suap dilakukan melalui advokat PDI-P Donny Tri Istiqomah dan kader PDI-P Saeful Bahri. Selain itu, terdapat dana tambahan dari Harun Masiku yang diterima melalui mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina, untuk diberikan kepada Wahyu Setiawan.
"Terdakwa (Hasto) bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberikan uang sejumlah SGD 57.350 atau setara Rp600 juta kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yaitu Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI periode 2017-2022," kata salah satu Jaksa Penuntut KPK saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
Jaksa menjelaskan, kasus ini bermula ketika Caleg DPR dari daerah pemilihan Sumsel-1, Nazarudin Kiemas, meninggal dunia. Akibatnya, KPU mencoret namanya dari Daftar Calon Tetap (DCT). Hasto kemudian berusaha membantu Harun Masiku agar dapat menggantikan Nazarudin. Keputusan ini didasarkan pada rapat pleno DPP PDI-P yang menetapkan Harun sebagai kader terbaik.
Hasto lantas memerintahkan Donny, yang merupakan tim kuasa hukum partai, untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) terkait uji materiil Pasal 54 Ayat (5) huruf k Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Perhitungan Suara dalam Pemilu.
Gugatan PDI-P akhirnya dikabulkan MA melalui putusan Nomor 57P/HUM/2019 tanggal 19 Juli 2019. Putusan tersebut menyatakan bahwa perolehan suara calon legislatif yang meninggal dunia menjadi kewenangan pimpinan partai politik untuk menentukan kader terbaik sebagai penggantinya.
Setelah putusan MA keluar, Hasto memerintahkan Donny atas nama DPP PDI-P untuk mengirim surat kepada KPU RI, meminta agar suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku. Namun, permohonan ini ditolak oleh KPU yang tetap menetapkan Riezky Aprilia—caleg dengan suara terbanyak kedua—sebagai pengganti Nazarudin.
Menindaklanjuti penolakan tersebut, Saeful Bahri kemudian menghubungi Agustiani Tio Fridelina, yang juga merupakan kader PDI-P, untuk meminta bantuan agar Harun bisa tetap lolos melalui fatwa MA pada 5 Agustus 2019. Agustiani yang memiliki kedekatan dengan Wahyu Setiawan pun menghubungi Wahyu. Wahyu menyetujui permintaan itu dengan menjawab, "Siap, mainkan."
"Selanjutnya, Agustiani Tio Fridelina meneruskan pesan WhatsApp tersebut kepada Wahyu Setiawan, yang kemudian dibalas Wahyu dengan 'Siap, mainkan,' lalu dijawab Agustiani dengan 'Oke,'" ungkap Jaksa.
Pada 5 Desember 2019, Saeful kembali menghubungi Agustiani untuk menanyakan biaya operasional suap yang diperlukan agar Harun bisa lolos. Saeful awalnya menyiapkan Rp750 juta, tetapi Wahyu meminta Rp1 miliar. Saeful kemudian melaporkan hal ini kepada Hasto, yang akhirnya menyetujui permintaan Wahyu.
"Agustiani Tio Fridelina menyampaikan pesan dari Saeful Bahri kepada Wahyu Setiawan bahwa telah disiapkan biaya operasional sebesar Rp750 juta. Namun, Wahyu meminta Rp1 miliar. Saeful Bahri lalu melaporkan permintaan itu kepada terdakwa (Hasto), dan terdakwa menyetujuinya," ujar Jaksa.
Setelah kesepakatan tercapai, Wahyu pun mulai mengupayakan agar Harun bisa lolos. Pada 6 Desember 2019, DPP PDI-P kembali mengirim surat kepada KPU RI, meminta agar PAW Riezky Aprilia digantikan oleh Harun Masiku. Surat tersebut ditandatangani oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Hasto sebagai Sekjen.
Kemudian, pada 16 Desember 2019, Hasto mengirim pesan WhatsApp kepada Saeful Bahri, menyampaikan bahwa ada dana Rp600 juta, di mana Rp200 juta akan digunakan untuk keperluan penghijauan kantor PDI-P, sementara Rp400 juta diberikan kepada Donny Tri Istiqomah melalui staf Hasto bernama Kusnadi.
Di ruang rapat DPP PDI-P, Kusnadi menyerahkan uang Rp400 juta dalam amplop cokelat kepada Donny Tri Istiqomah.
"Mas, ini ada perintah Pak Sekjen (Hasto) untuk menyerahkan duit operasional Rp400 juta ke Pak Saeful, yang Rp600 juta dari Harun Masiku," ujar Jaksa menirukan percakapan Kusnadi kepada Donny.
Kemudian, Donny dan Saeful Bahri bertemu di Starbucks Metropole, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat. Sopir Saeful bernama Moh. Ilham Yulianto untuk memindahkan uang dari mobil Donny Tri Istiqomah ke mobil Saeful Bahri.
Selain itu, Hasto didakwa merintangi penyidikan kasus Harun sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 65 ayat (1) KUHP.