Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan sebagian uang suap yang diberikan Harun Masiku kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan berasal dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDIP, Hasto Kristiyanto.
Hal itu disampaikan langsung Ketua KPK, Setyo Budiyanto saat mengumumkan secara resmi penetapan tersangka Hasto Kristiyanto dalam kasus dugaan suap terkait penetapan anggaran DPR terpilih periode 2019-2024.
Setyo mengatakan, pada 8 Januari 2020, KPK telah menetapkan 4 tersangka, yakni Harun Masiku dan Saeful Bahri selaku pemberi suap, serta Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio F selaku penerima suap.
"Pada saat penyidikan berkas perkara Harun Masiku dan upaya pencarian DPO Harun Masiku sedang berlangsung, penyidik menemukan bukti keterlibatan saudara HK selaku Sekjen PDI Perjuangan, dan saudara DTI selaku orang kepercayaan saudara HK," kata Setyo kepada wartawan, Selasa, 24 Desember 2024.
Setyo pun membeberkan perbuatan yang dilakukan Hasto bersama-sama dengan Harun Masiku dkk dalam memberikan suap kepada Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio F.
Hasto menempatkan Harun pada Dapil 1 Sumsel, padahal Harun berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam proses Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019, Harun hanya mendapatkan suara sebanyak 5.878. Sedangkan Caleg atas nama Riezky Aprilia mendapatkan suara sebanyak 44.402.
"Bahwa seharusnya yang memperoleh suara dari Almarhum Nazaruddin Kiemas adalah Riezky Aprilia. Namun ada upaya dari saudara HK untuk memenangkan saudara Harun Masiku melalui upaya-upaya," terang Setyo.
Upaya-upaya yang dilakukan adalah, Hasto mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Agung (MA) pada 24 Juni 2019, dan menandatangani surat nomor 2576/ex/dpp/viii/2019 tanggal 5 Agustus 2019 perihal permohonan pelaksanaan putusan Judicial Review.
Namun setelah ada putusan dari MA, KPU tidak mau melaksanakan putusan tersebut. Oleh sebab itu, Hasto meminta fatwa kepada MA.
Selain upaya-upaya tersebut, lanjut Setyo, Hasto secara paralel mengupayakan agar Riezky mau mengundurkan diri untuk diganti Harun. Namun upaya tersebut ditolak Riezky.
Hasto juga pernah memerintahkan Saeful Bahri untuk menemui Riezky di Singapura dan meminta mundur. Namun hal tersebut juga ditolak Riezky. Bahkan kata Setyo, surat undangan pelantikan sebagai anggota DPR atas nama Riezky ditahan Hasto dan meminta Riezky untuk mundur setelah pelantikan.
"Oleh karenanya upaya-upaya tersebut belum berhasil, maka saudara HK bekerja sama dengan saudara Harun Masiku, saudara Saeful Bahri, dan saudara DTI melakukan penyuapan kepada saudara Wahyu Setiawan dan saudari Agustiani Tio F. Di mana diketahui saudara Wahyu merupakan kader PDI Perjuangan yang menjadi Komisioner di KPU," jelas Setyo.
Bahkan pada 31 Agustus 2019 kata Setyo, Hasto menemui Wahyu Setiawan meminta untuk memenuhi 2 usulan yang diajukan PDIP, yaitu Maria Lestari Dapil 1 Kalbar dan Harun Masiku Dapil 1 Sumsel.
"Dari proses pengembangan penyidikan, ditemukan bukti petunjuk bahwa sebagian uang yang digunakan untuk menyuap saudara Wahyu berasal dari saudara HK," ungkap Setyo.
Bukan hanya itu kata Setyo, dalam proses perencanaan sampai dengan penyerahan uang, Hasto mengatur dan mengendalikan Saiful dan Donny dalam memberikan suap kepada Wahyu.
Selanjutnya, Hasto juga mengatur dan mengendalikan Donny untuk menyusun kajian hukum pelaksanaan putusan MA dan surat permohonan pelaksanaan permohonan fatwa MA ke KPU.
Kemudian, Hasto mengatur dan mengendalikan Donny untuk melobi Wahyu agar dapat menetapkan Harun sebagai anggota DPR terpilih dari Dapil 1 Sumsel.
Lalu, Hasto mengatur dan mengendalikan Donny untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Wahyu melalui Agustiani Tio.
"Saudara HK bersama-sama dengan saudara Harun Masiku, saudara Saeful Bahri dan saudara DTI melakukan penyuapan terhadap saudara Wahyu Setiawan dan saudari Agustiani Tio F sebesar 19 ribu dolar Singapura dan 38.350 dolar Singapura pada periode 16 Desember 2019 sampai dengan 23 Desember 2019 agar saudara Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil 1 Sumsel," pungkas Setyo.