Image description
Image captions

Pengacara senior sekaligus perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi, Petrus Selestinus mengingatkan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Febrie Adriansyah jangan besar kepala. Dia merasa tindak-tanduk Febrie selama ini meremehkan laporan yang pihaknya buat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Memang mereka sekarang kan sudah besar kepala merendahkan peran serta masyarakat," kata Petrus kepada awak media usai diskusi publik bertajuk 'Membedah Dugaan Penyalahgunaan Wewenang dan/atau Tindak Pidana Korupsi dalam Kegiatan Penyidikan pada Jampidsus Kejagung RI, yang Diduga Dilakukan oleh Febrie Adriansyah' di Restoran Danau Sentani, Senayan Park, Jakarta Pusat, Selasa (25/3/2025).

Petrus yang juga Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), menegaskan bahwa laporan  terhadap Febrie ke KPK bukanlah serangan balik koruptor, sebagaimana yang disampaikan oleh Febrie.

Ia menekankan, pihaknya hanya menjalankan fungsi peran serta masyarakat dalam mengawasi dugaan penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum (APH), sebagaimana diatur dalam undang-undang untuk memberantas tindak pidana korupsi.

"Ini bukan serangan balik. Kita kan melaksanakan fungsi peran serta masyarakat. Undang-undang memerintahkan bahwa masyarakat harus berperan serta dalam mengontrol perilaku penegak hukum dalam pemberantasan korupsi," jelasnya.

Petrus juga menegaskan, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi tidak berupaya merintangi penyidikan kasus makelar kasus (markus) di Mahkamah Agung (MA), yang menjerat eks pejabat MA, Zarof Ricar.

"Jadi langkah kami ke KPK itu konstitusional, bukan langkah menghalang-halangi atau merintangi. Kami tidak bilang penyidikan dihentikan, tidak, tapi ada penyalahgunaan juga penyelenggaraan wewenang," tuturnya.

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi melaporkan Febrie Adriansyah terkait empat kasus ke KPK pada 10 Maret 2025 lalu. Koalisi ini terdiri atas Indonesian Police Watch (IPW), Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST), Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), dan Tim Pembela Demokrasi. Adapun empat kasus yang dilaporkan:

1. Kasus Jiwasraya,
2. Perkara suap Ronald Tannur dengan terdakwa Zarof Ricar,
3. Penyalahgunaan kewenangan dalam tata niaga batu bara di Kalimantan Timur, dan
4. Tindak pidana pencucian uang (TPPU), sebagaimana yang tertuang dalam buku serta bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengaduan.

Sementara, Febrie menilai laporan itu sebagai bentuk pelawanan balik koruptor. Alasannya, ada sejumlah kasus korupsi di Kejagung tengah menjadi sorotan, di antaranya kasus Timah, makelar kasus Zarof Ricar, hingga yang terbaru terkait tata kelola minyak mentah Pertamina.

"Semakin besar perkara yang sedang diungkap, pasti semakin besar serangan baliknya," ujar Febrie kepada wartawan saat dihubungi, Jakarta, Selasa (11/3/2025).

Febrie mengaku tidak ambil pusing dengan laporan yang ditujukan kepadanya dan menyatakan hal tersebut sebagai sesuatu yang biasa terjadi. "Biasalah, pasti ada perlawanan," ucapnya.