Setidaknya sudah ada 15 anak putus sekolah karena Pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak yang dialami orang tua mereka yaitu buruh mobil tangki Pertamina.
Sebanyak 1.095 awak mobil tangki Pertamina di bawah naungan PT Pertamina Patra Niaga dan PT Elnusa Petrofin di-PHK massal via SMS pada tahun 2016 lalu.
Tidak ada penyelesaian, beberapa bulan belakangan, awak mobil tangki membentuk Serikat Pekerja Awak Mobil Tangki (SP-AMT) Pertamina untuk menyuarakan hak-hak mereka.
Mereka kerap aksi di depan kantor Kementerian BUMN dan Istana Negara. Dalam aksinya, SP-AMT melakukan aksi kubur diri, aksi obor, dan sering menginap di lokasi aksi dengan mendirikan tenda seadanya.
Akibat tidak ada penyelesaiakan meski sudah bertemu langsung dengan Presiden Joko Widodo, hingga saat ini sudah belasan anak putus sekolah karena orang tuanya tidak bekerja lagi.
"Beberapa dari kami memang anaknya putus sekolah. Secara data kurang lebih yang saya tahu 15 anak putus sekolah karena PHK ini mas," kata Nuratmo salah seorang perwakilan dari AMT di sela-sela aksi menginap di depan Istana Negara Jakarta, Selasa (12/2).
Tidak banya berimbas pada sekolah anak, para istri AMT juga turut membantu kerja suami. Mereka yang biasanya hanya mengerjakan pekerjaan rumah, kini juga harus ikut bekerja demi menyambung hidup keluarga. Pekerjaannya bermacam-macam, mulai dari buruh lepas hingga memulung.
Nuratmo mengungkapkan, pekerjaan tersebut dilakukan secara serabutan untuk memenuhi keperluan makan sehari-hari dan biaya anak.
Empat tuntutan SP-AMT; Pertama, bayarkan upah lembur yang belum dibayarkan sesuai nota sudinaker dan Kementerian Ketenagakerjaan dan upah proses selama di-PHK. Kedua, pekerjakan kembali 1.095 AMT yang di-PHK massal dan secara sepihak.
Ketiga, angkat 1.095 AMT sebagai karyawan tetap di PT. Pertamina Patra Niaga dan PT. Elnusa Petrofin, sesuai dengan nota sudinaker yang sudah disahkan oleh pengadilan; dan keempat, bayarkan hak pensiun bagi pekerja yang lanjut usia sesuai perundang undangan yang berlaku .0 rmo