Image description
Image captions

Di tengah hiruk-pikuk industri film Indonesia yang sering kali didominasi genre horor dan romansa, hadir sebuah karya yang kembali ke akar budaya: Janji Senja: Sagu Salempeng Bagi Dua.

Film ini, yang diproduksi oleh PT Seroja Maluku Films, bukan sekadar hiburan layar lebar, melainkan cerminan nyata dari semangat gotong royong dan ketangguhan rakyat Maluku.

Diangkat dari kisah nyata (based on true event), film garapan sutradara Rendra Ahmad ini mengeksplorasi perjuangan seorang gadis desa untuk mewujudkan mimpi ayahnya, sambil menjaga ikatan keluarga di tengah keterbatasan ekonomi.

Dengan nuansa lokal yang kental, film ini menjadi pengingat bahwa cita-cita besar lahir dari akar sederhana, seperti pohon sagu yang menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat Maluku.

Film ini tayang perdana di bioskop seluruh Indonesia mulai 25 September 2025. Penayangan serentak di jaringan bioskop seperti XXI dan CGV memudahkan penonton dari Sabang hingga Merauke untuk menyaksikannya.

Untuk warga Maluku, khususnya di Ambon, gala premiere yang digelar pada 20 September di Cinema XXI Ambon City Center sudah menjadi pembuka yang hangat, dihadiri oleh Pangdam XV Pattimura dan Forkopimda Maluku.

Tiket bisa dibeli secara online melalui aplikasi resmi bioskop, dan dengan durasi sekitar 100 menit, ini adalah tontonan pilihan untuk akhir pekan bersama keluargamu.

Cerita dimulai di sebuah desa kecil di Maluku, di mana Pak Arman (diperankan oleh aktor senior Abid Abi) dan istrinya membesarkan tiga anak dengan penuh kasih sayang.

Sebagai petani sagu sederhana, Pak Arman bermimpi besar: melihat putri sulungnya, Maria (Maria Ngigi), mengenakan seragam TNI-AD sebagai bentuk pengabdian kepada bangsa. Akan tetapi, nasib berkata lain.

Tak lama setelah Maria lulus SMA, Pak Arman meninggal dunia akibat penyakit yang dideritanya sejak kecelakaan di kebun sagu. Duka ini menjadi pemicu bagi Maria untuk merantau ke kota, mengejar cita-cita ayahnya tanpa mengandalkan uang suap—sebuah amanah yang ia pegang teguh.

Sementara itu, adik laki-lakinya, Petrus (Vashon Corputy), memilih tinggal di desa untuk mengelola kebun sagu warisan keluarga, menjadi tulang punggung bagi ibu dan dua adik perempuannya.

Tiga tahun berlalu. Maria, kini prajurit muda TNI-AD, mendapat cuti untuk pulang kampung. Reuni keluarga yang penuh kehangatan itu buyar ketika sang ibu (Yatti Surachman) jatuh sakit parah dan meninggal dunia.

Kini, Maria dan adik-adiknya benar-benar yatim piatu, dipaksa menghadapi realitas pahit: bagaimana membagi "sagu salempeng bagi dua"—simbol persaudaraan Maluku yang berarti berbagi rezeki meski terbatas, seperti mematahkan batang sagu menjadi dua bagian untuk saudara.

Judul film ini sendiri sarat akan makna budaya. "Sagu Salempeng Bagi Dua" merujuk pada falsafah "orang basudara" di Maluku, di mana sagu bukan hanya makanan pokok, tapi metafor ikatan kekeluargaan yang tak terputus.

Untuk proses produksinya sendiri dimulai syuting pada 18 Desember 2024 di Ambon, dengan dukungan Korem 151/Binaiya untuk adegan militer. Jadi semakin menambah lapisan autentisitas, membuatku seperti menyaksikan potret kehidupan nyata.

Salah satu kekuatan utama Janji Senja adalah casting-nya yang mengandalkan aktor lokal Maluku dan Maluku Utara, terutama remaja pemula.

Maria Ngigi sebagai Maria membawa kesederhanaan yang menyentuh, menampilkan perjuangan emosional dari gadis desa menjadi prajurit tangguh. Ekspresinya yang polos tapi penuh tekad membuatku ikut berdoa untuk kesuksesannya.

Vashon Corputy sebagai Petrus juga impresif, menggambarkan beban seorang anak laki-laki yang rela berkorban demi keluarga, dengan dialog yang kental aksen Maluku.

Aktor senior seperti Abid Abi (Pak Arman) dan Yatti Surachman (Mami Bita) memberikan kedalaman emosional. Abi, dikenal dari sinetron, menghidupkan sosok ayah yang penuh mimpi dengan chemistry hangat bersama Surachman, yang membawa nuansa ibu pengorbanan ala film klasik Indonesia.

Pemeran pendukung seperti adik-adik Maria menambah realisme, karena mereka benar-benar anak muda lokal yang belum terlalu sering tampil di layar lebar. Ini bukan hanya soal akting, tapi juga pemberdayaan talenta daerah, seperti yang diharapkan produser Cici Salampessy.

Secara keseluruhan, Janji Senja adalah film yang menggugah hati, dengan rating 8.5/10 dariku. Kekuatannya terletak pada narasi inspiratif yang menolak korupsi dalam meraih mimpi, relevan di era di mana suap sering jadi jalan pintas.

Adegan-adegan di kebun sagu dan barak TNI difilmkan dengan indah, menangkap esensi Maluku: laut biru, pohon sagu menjulang, dan lagu-lagu daerah yang menyentuh. Soundtrack asli, termasuk lagu tema tentang "janji senja", memperkuat emosi, membuat beberapa penonton menitikkan air mata di momen reuni keluarga.

Jujur sih ada beberapa transisi antar adegan terasa lambat, terutama di bagian tengah yang fokus pada perjuangan harian, yang membuat penonton urban merasa kurang dinamis.

Budget independen juga terlihat di efek visual sederhana, tapi justru itu yang membuatnya autentik—bukan blockbuster Hollywood, tapi cerita rakyat yang tulus.

Dari premiere di Ambon, penonton seperti Pangdam XV Pattimura memuji film ini sebagai motivasi bagi generasi muda Maluku untuk pantang menyerah.

Film ini bukan hanya tentang menjadi TNI, tapi tentang amanah keluarga, doa ibu, dan semangat berbagi seperti sagu yang dipatahkan. Di tengah tantangan ekonomi dan budaya, Janji Senja mengajak kita merefleksikan: apa janji kita untuk tanah air?

Buat kamu pencinta film lokal seperti Kartini atau Habibie & Ainun, ini wajib tonton sih, dan sangat aku rekomendasikan. Segera booking tiket di bioskop terdekat—karena cerita seperti ini tak datang setiap hari!