Kejagung telah menangkap eks Direktur Jenderal Perkeretaapian pada Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Prasetyo Boeditjahjono soal kasus dugaan korupsi proyek jalur kereta api Besitang-Langsa pada 2017-2023.
Penangkapan terhadap Prasetyo sendiri dilakukan oleh tim gabungan Intelijen dan Jampidsus Kejagung yang tergabung dalam satgas.
Adapun Prasetyo ditangkap di sebuah hotel di kawasan Sumedang, Jawa Barat saat bersama keluarganya.
"Yang bersangkutan sedang bersama keluarga ya, kemudian oleh tim dari intelijen bersama-sama dengan penyidik langsung mendatangi tempat yang bersangkutan dan langsung dilakukan penangkapan," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers, Minggu (3/11/2024).
Qahar menjelaskan, penangkapan Prasetyo tidak dilakukan secara mendadak. Penyidik sudah melakukan pengintaian terhadap tersangka sebelumya.
"Sebagai informasi, bahwa yang bersangkutan sudah kami ikuti, kami cari sudah hampir tiga minggu.
Jadi, penangkapan ini bukan tiba tiba. Kami ingin tegakkan hukum, tegakkan keadilan, siapa pun yang terlibat siapa pun yang melakukan tindak pidana korupsi, bila cukup bukti kami pasti akan cari," jelasnya
Di sisi lain, Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan, tersangka juga sudah beberapa kali dipanggil untuk diperiksa. Namun, pemanggilan tersebut diabaikan.
"Yang bersangkutan sudah beberapa kali dipanggil secara patut sebagai saksi, namun ybs tidak mengindahkan. oleh karenanya berkat kerjasama tim gabungan baik dari Satgas SIRI maupun jajaran pidsus, mengamankan yang bersangkutan," jelas Harli.
Saat ini, Prasetyo sendiri sudah ditetapkan sebagai tersangka dengan dijerat pasal pasal 2 atau pasal 3 juncto pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 2020 tahun 2021 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Adapun tersangka saat ini sudah ditahan di rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung RI selama 20 hari ke depan.
Dalam kasus ini diketahui Kejagung telah tujuh tersangka. Mereka adalah NSS selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2016-2017, AGP selaku KPA dan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2018.
Selanjutnya, tersangka AAS dan HH selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan tersangka RMY selaku Ketua Pokja Pengadaan Konstruksi tahun 2017.
Kemudian, AG selaku Direktur PT DYG yang juga konsultan perencanaan dan konsultan supervisi pekerjaan. Terakhir, FG selaku pemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya.
Dalam perkara ini para terdakwa dijerat atas perbuatannya memecah proyek pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa di Wilayah Sumatera Bagian Utara pada periode 2016 sampai Juli 2017.
Proyek dipecah hingga masing-masing memiliki nilai dibawah Rp100 miliar.
Padahal, total anggaran proyek strategis nasional ini mencapai Rp1,3 triliun lebih.
Pemecahan proyek hingga masing-masing bernilai di bawah Rp100 miliar itu dimaksudkan untuk mengatur vendor.
"Dengan tujuan untuk menghindari ketentuan pekerjaan kompleks dan memerintahkan Rieki Meidi Yuwana untuk melakukan pelelangan menggunakan metode penilaian pascakualifikasi," kata jaksa.
Akibat perbuatan para terdakwa, negara disebut-sebut mengalami kerugian negara mencapai Rp 1,15 triliun lebih.
Nilai kerugian negara itu merupakan hasil penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Merugikan Keuangan Negara sebesar Rp 1.157.087.853.322 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut sebagaimana dalam Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang – Langsa tanggal 13 Mei 2024 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan."
Dalam perkara ini, para terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana
Sumber: tribunnews