Minyak goreng di pasaran beranjak naik tidak kira- kira, yang tadinya standar Rp 11.000 - 11.500 sekarang menjadi Rp 19.000 - 20.000.
Bahkan di tingkat ritel modern harga yang sudah promo saja masih Rp 15.000.
Menurut KETUA 1 Induk Koperasi Pedagang Pasar (Inkoppas) Andrian Lame Muhar, kejadian ini cukup aneh mengingat Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak terbesar dunia.
"Negara kita paling banyak perkebunan kelapa sawit, dan perkebunan kelapa sawit termasuk terluas di Dunia, yang bisa menghasilkan minyak goreng yang banyak, tapi harga minyak goreng sangat tinggi," tutur dia.
Andrian berharap pemerintah bisa memberikan perhatian serius terkait kondisi ini. Ia menduga, mungkin salah satu faktor pemicunya adalah tak seimbangnya Supplay dan Demand. Dimana, permintaan Ekspor lebih tinggi dibandingkan dalam negeri, sehingga para pabrik kelapa sawit lebih mengutamakan menjual hasil kelapa sawit ke luar negeri ketimbang untuk kebutuhan domestik.
Seharusnya, lanjut dia, pemerintah sebagai regulator membatasi ruang gerak pengusaha- pengusaha ini. Jika hanya keinginan mengekspor yang menjadi permasalahannya bahkan kebutuhan dalam negeri tidak bisa terpenuhi maka pemerintah harus mengintervensi langsung lewat kebijakan.
Misalnya, lanjut dia dengan mendorong semua pabrikan manufacturing yang terkait kelapa sawit atau hasil- hasil kelapa sawit mendahulukan menjual produk untuk kebutuhan dalam negeri,
"Seumpama 50- 70% untuk dalam negeri sisanya baru untuk di Ekspor, sehingga permintaan dalan negeri tidak devisit," sambung dia.
Ia melanjutkan, minyak goreng termasuk dalam 9 bahan pokok masyarakat. Jika harga minyak goreng tinggi dan pedagang juga menjual dengan harga tinggi, maka masyarakat tidak dapat menikmati.
"Padahal, sangat banyak yang berbisnis menggunakan minyak goreng sehingga menimbulkan efek domino," ujar Andrian.0 dtk