Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah(LKPP) menanggapi kontroversi anggaran lem aibon Rp 83 miliar hingga ballpoint yang mencapai ratusan miliar rupiah. LKPP mengatakan kehebohan ini hanya karena masalah sistem.
"Jadi harus dipahami, yang tepat menjawab itu orang-orang Pemda DKI tapi karena saya dapat informasi dari teman saya yang di sana, jadi e-budgeting itu ada sistem yang maksudnya komponen, 32 miliar (Rp 82 M, red) aica aibon, 300-an yang ballpoint. Itu sama dengan gini, jangan sampai uang saya hilang, saya plotting dulu deh ke aica aibon padahal saya ambil meja (dari dana itu) juga boleh, yang penting uang 32 (Rp 82 M, red) ini nggak hilang, yang sini juga nggak hilang, nanti saya ganti lemari juga nggak apa-apa," kata Kepala LKPP, Roni Dwi Susanto kepada wartawan di hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (4/11/2019).
"Itu hanya kesalahan dari sistem sehingga yang penting itemnya yang dijaga adalah uangnya. Oh barangnya nanti dibahas lagi macem-macemnya, tapi sekarang ngambil satu item yang paling gampang," imbuh dia.
Roni menyebut masalah ini jadi polemik karena sudah masuk ranah media sosial. Padahal, kata dia, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah membahasnya dalam rapat internal.
"Dan itu menjadi polemik, karena apa? Karena sempat di-tweet, padahal Pak Anies tiga hari sebelum itu ribut sudah rapat. Rapatnya di-upload dibilang rekayasa rapatnya, padahal itu sudah dirapatkan sebelumnya. Jadi sistem e-budgeting dan e-procurement otomatis mereka nanti akan milih, bahwa ini nanti melalui katalog, ini melalui tender, tapi barangnya bukan itu (aibon). Barangnya nanti di DKI bisa diubah karena ini masih proses RAPBD. Asal anggarannya masuk, nanti bisa dipakai untuk apa aja" jelas Roni.
Menurut Roni, Anies saat ini ingin memperbaiki sistem e-budgeting. Selain itu, dia mengatakan ada kemungkinan pihak Pemprov DKI memilih nama lem aibon hingga ballpoint dalam perencanaan anggaran semata-mata hanya untuk mengamankan anggaran. Setelah anggaran didapat, pemprov bisa menentukan kembali barang-barang apa saja yang hendak dibeli dari anggaran tersebut.
"Untuk mengamankan, untuk perencanaan belum tahu. Jadi masalahnya tuh di perencanaan penganggaran identifikasi kebutuhan, itu yang terlambat. Yang penting dapat duitnya dulu deh, walau kita bicara e-budgeting yang penting dapat duit dulu," ucap Roni.
Dinas Pendidikan DKI Jakarta telah menjelaskan bahwa anggaran itu merupakan anggaran sementara untuk kemudian diubah setelah mendapat rencana anggaran dari pihak sekolah. Anggaran yang tertulis dalam lem Aibon merupakan anggaran alat kelengkapan kantor Biaya Operasional Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat. Ada perubahan angka setelah dilakukan penyesuaian.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga sudah menegaskan tak mungkin membeli lem Aibon senilai Rp 82 miliar. Dia mengatakan munculnya anggaran yang aneh tersebut dipicu oleh masalah sistem.