Komando Daerah Militer (Kodam) XII/Tanjungpura menyelidiki kasus penyerangan terhadap prajurit TNI yang diduga dilakukan 15 orang warga negara asing asal China di area PT Sultan Rafli Mandiri, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
"Insiden tersebut terjadi pada Minggu (14/12) sekitar pukul 15.40 WIB saat prajurit dari Batalyon Zipur 6/SD sedang melaksanakan Latihan Dalam Satuan di sekitar area perusahaan. Empat prajurit kami menerima laporan dari satpam PT SRM terkait adanya aktivitas drone tak dikenal yang terbang di area latihan militer," kata Kepala Penerangan Kodam XII/Tanjungpura Kolonel Infanteri Yusub Dody Sandra di Pontianak, Selasa.
Merespons laporan tersebut, empat prajurit TNI mendatangi lokasi yang diduga menjadi titik pengoperasian drone. Di lokasi itu, prajurit menemukan empat WNA asal China yang sedang mengendalikan drone tanpa izin.
Namun, saat prajurit berupaya meminta keterangan secara prosedural, sebelas orang WNA lainnya datang ke lokasi dan langsung melakukan penyerangan secara agresif.
"Mereka menyerang anggota menggunakan senjata tajam berupa parang, airsoft gun, dan satu alat kejut listrik," tuturnya.
Menghadapi situasi yang tidak berimbang dan berpotensi mengancam keselamatan, prajurit TNI mengambil langkah taktis dengan menghindari eskalasi konflik terbuka dan mundur ke area perusahaan untuk mengamankan situasi serta melaporkan kejadian tersebut ke komando atas.
Akibat insiden itu, satu unit mobil perusahaan jenis Hilux mengalami rusak berat, sementara satu unit sepeda motor Vario milik karyawan PT SRM turut dirusak.
"Hingga saat ini, motif penyerangan dan alasan penerbangan drone di area latihan tersebut masih kami dalami lebih lanjut," kata Yusub.
Kodam XII/Tanjungpura menyatakan mendukung penuh proses hukum yang sedang berjalan dan menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus tersebut kepada aparat penegak hukum sesuai ketentuan yang berlaku.
Terpisah, Direktur Utama PT Sultan Rafli Mandiri (SRM) Firman menyampaikan keprihatinan mendalam sekaligus kecaman atas tindakan kekerasan dan perusakan aset perusahaan dalam peristiwa tersebut.
Ia menegaskan prajurit TNI yang terlibat merupakan personel aktif yang sedang menjalankan tugas resmi negara, bukan bagian dari satuan pengamanan perusahaan.
Firman juga menjelaskan bahwa PT SRM telah mengalami perubahan kepemilikan dan manajemen yang sah secara hukum. Manajemen baru tidak pernah memberikan izin kepada tenaga kerja asing untuk melakukan aktivitas operasional di lingkungan perusahaan.
"Keberadaan WNA dalam peristiwa ini merupakan pihak yang disponsori oleh manajemen lama sebelum restrukturisasi perusahaan," katanya.
Sebagai bentuk kepatuhan hukum, PT SRM telah mengajukan pencabutan sponsor dan izin tinggal (KITAS) WNA China itu kepada Kantor Imigrasi Ketapang sejak Oktober 2025. Perusahaan juga telah melaporkan kejadian tersebut secara resmi ke Kepolisian Daerah Kalimantan Barat.