Image description
Image captions

Pakar Hukum Pidana Universitas Airlangga, I Wayan Titib Sulaksana, menduga lambannya penanganan kasus KPK terkait permainan lelang barang rampasan dalam kasus PT Jiwasraya yang diduga melibatkan Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah, terhambat oleh Pasal 8 Ayat 5 Undang-Undang Kejaksaan.

Pasal tersebut mengatur bahwa penyidik baru dapat melakukan upaya paksa terhadap jaksa bermasalah jika mendapat izin dari Jaksa Agung. Menurut Wayan, aturan ini menjadi tempat berlindung bagi jaksa nakal.

"KPK terhalang Pasal 8 Ayat 5 Undang-Undang Kejaksaan. Pasal ini tempat bersembunyinya jaksa nakal," ujar Wayan sebagaimana dilansir Inilah.com, Jumat (7/2/2025).

Wayan mendorong lembaga-lembaga pegiat antikorupsi, seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), untuk mengajukan uji materiil atau judicial review (JR) terhadap UU Kejaksaan tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Diajukan judicial review saja ke MK. Bisa dilakukan oleh ICW atau LSM antikorupsi lainnya," katanya.

Pakar Hukum Pidana Universitas Airlangga, I Wayan Titib Sulaksana, menduga lambannya penanganan kasus KPK terkait permainan lelang barang rampasan dalam kasus PT Jiwasraya yang diduga melibatkan Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah, terhambat oleh Pasal 8 Ayat 5 Undang-Undang Kejaksaan.

Pasal tersebut mengatur bahwa penyidik baru dapat melakukan upaya paksa terhadap jaksa bermasalah jika mendapat izin dari Jaksa Agung. Menurut Wayan, aturan ini menjadi tempat berlindung bagi jaksa nakal.

"KPK terhalang Pasal 8 Ayat 5 Undang-Undang Kejaksaan. Pasal ini tempat bersembunyinya jaksa nakal," ujar Wayan ketika dihubungi Inilah.com, Jumat (7/2/2025).

Wayan mendorong lembaga-lembaga pegiat antikorupsi, seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), untuk mengajukan uji materiil atau judicial review (JR) terhadap UU Kejaksaan tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Diajukan judicial review saja ke MK. Bisa dilakukan oleh ICW atau LSM antikorupsi lainnya," katanya.

Menurut Wayan, menunggu revisi dari DPR akan memakan waktu yang lama, sementara tindak pidana korupsi perlu ditangani secara luar biasa.

"Ya bisa (JR ke MK tanpa menunggu revisi DPR terkait UU Kejaksaan), karena tindak pidana korupsi adalah extraordinary crime. Harus ditangani dengan cara yang luar biasa pula," katanya.

Sebelumnya, pada Senin, 27 Mei 2024, Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) melaporkan Jampidsus Febrie Adriansyah dan sejumlah pejabat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) ke KPK.

KSST merupakan koalisi gabungan dari beberapa organisasi masyarakat, seperti Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Indonesia Police Watch (IPW), serta praktisi hukum Deolipa Yumara.

Mereka menduga adanya praktik korupsi dalam lelang barang rampasan benda sitaan korupsi berupa satu paket saham PT GBU. Saham tersebut merupakan rampasan dari kasus korupsi asuransi PT Jiwasraya yang dilelang oleh Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung pada 18 Juni 2023 dan dimenangkan PT Indobara Putra Mandiri (IUM).

Kejanggalan muncul karena saham tersebut dijual hanya seharga Rp1,945 triliun, padahal nilai saham perusahaan batu bara di Kalimantan itu seharusnya mencapai Rp12 triliun. Negara diduga mengalami kerugian hingga Rp7 triliun.

Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada penyidikan terkait laporan tersebut.

"Sepanjang sepengetahuan saya memang belum ada subjek atau objek perkara yang tadi ditanyakan di tingkat penyidikan, sampai dengan saat ini belum ada," katanya di Jakarta, Kamis (6/2/2025).

Ia menjelaskan bahwa dalam penanganan sebuah laporan dugaan korupsi, KPK harus melakukan verifikasi, telaah, dan pengumpulan bahan keterangan.

"Bila dianggap sudah memenuhi syarat untuk dinaikkan ke penyelidikan, tentunya akan dinaikkan ke penyelidikan. Jika ada persyaratan yang masih kurang, akan dimintakan kepada pihak pelapor untuk memenuhinya," ujar Tessa.