Image description
Image captions

Laporan Organized Crime dan Corruption Reporting Project (OCCRP) yang memasukan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dalam daftar finalis pemimpin dunia terkorup menjadi sorotan di kalangan masyarakat. Salah satunya, diragukannya keilmiahan dari laporan tersebut.

Usai disorot beberapa hari belakangan, kini nama Jokowi mendadak tak lagi ditemukan di situs OCCRP. Rilisan soal Jokowi jadi pemimpin terkorup telah hilang, per Kamis (2/1/2025).

Ketika ditelusuri lebih lanjut dengan kata kunci 'Joko Widodo' atau 'Jokowi' juga tak temukan konten apapun. Hingga saat ini belum diketahui alasan OCCRP menghapus konten tersebut.

Sebelumnya, OCCRP merilis daftar lima pemimpin dunia yang menjadi finalis terkorup. Nama Jokowi muncul sebagai salah satu dari lima tokoh dunia yang mendapat nominasi terbanyak dari pembaca, jurnalis, juri, serta jaringan OCCRP secara global.

"Finalis-finalis yang menerima paling banyak dukungan tahun ini adalah Presiden Kenya William Ruto; mantan Presiden Indonesia Joko Widodo; Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu; mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina; dan pebisnis India Gautam Adani," demikian pernyataan di laman resmi OCCRP yang dikutip di Jakarta, Selasa (31/12/2024).

Adapun tokoh yang dinobatkan sebagai "Corrupt Person of the Year" oleh OCCRP adalah Presiden Suriah Bashar Al-Assad. Assad digulingkan oleh kelompok oposisi dan kini melarikan diri ke Moskow, Rusia. Selama dua dekade berkuasa, Assad dinilai memimpin rezim yang otoriter dengan pembungkaman suara kritis dan penggunaan kekuatan negara.

Saat dikonfirmasi terkait hal ini, Jokowi hanya terkekeh sembari menantang OCCRP untuk membuktikan tuduhan tersebut. "Hehehe ya terkorup, korup apa? Yang dikorupsi apa? Ya dibuktikan, apa?" kata Jokowi di kediamannya di Solo, Jawa Tengah, Selasa (31/12/2024).

Menanggapi tuduhan manipulasi pemilu dan eksploitasi sumber daya alam (SDA), Jokowi kembali mempertanyakan bukti yang dimiliki pihak-pihak tersebut. "Ya apa? Sumber daya alamnya apa? Apalagi," ujar presiden dua periode itu.

Jokowi menyatakan bahwa tuduhan dan framing jahat tanpa bukti saat ini sudah marak. Ia mengaku tidak heran dengan munculnya nominasi seperti yang dirilis OCCRP. "Ya sekarang banyak sekali fitnah, banyak sekali framing jahat, banyak sekali tuduhan-tuduhan tanpa ada bukti. Itu yang terjadi sekarang kan?" tutur Jokowi.

 

Namun, Jokowi enggan berspekulasi apakah voting tersebut bermuatan politik atau tidak. Ia hanya menyebut bahwa banyak pihak menggunakan berbagai cara untuk membuat tuduhan jahat. "Ya ditanya saja, orang bisa memakai kendaraan apa pun lah, bisa pakai NGO, bisa pakai partai, bisa pakai ormas untuk menuduh, untuk membuat framing jahat, membuat tuduhan-tuduhan jahat seperti itu," tutup Jokowi.

Dianggap tak Ilmiah

Penilaian yang dirilis Organize Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) dipertanyakan, dinilai tidak ilmiah. Pengamat komunikasi politik Universitas Bung Karno Faisyal Chaniago menyebut, menggunakan metode Google Form untuk polling merupakan metode yang tidak tepat.

"Berdasarkan informasi yang saya temukan, metode yang digunakan oleh OCCRP tidak berbasis pada data hukum dan fakta. Mereka menggunakan pendekatan polling melalui Google Form, yang jelas-jelas tidak ilmiah," kata dia dalam keterangan diterima di Jakarta, dikutip Kamis (2/1/2025).

Dia menyatakan, dalam menilai sebuah fenomena besar seperti korupsi, perlu analisis mendalam dan validitas data. Faisyal juga mempertanyakan indikator apa yang digunakan hingga bisa menyimpulkan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dan sejumlah tokoh dunia lainnya sebagai sosok diktator dan korup.

"OCCRP membuat indikator sendiri tentang makna korupsi. Kalau semua lembaga bebas membuat variabel-variabel untuk menyusun konsep, maka akan melahirkan konsep-konsep yang bias dan salah," tutur dia.

Faisyal pun menyoroti ketiadaan tokoh dari Amerika Serikat (AS). Sebab, menurutnya pemimpin dari negeri Paman Sam sudah dikenal sejarah sebagai aktor utama hilangnya hak-hak rakyat Irak selama perang, namun tidak ada yang menyebutnya sebagai pemimpin terkorup dan diktator yang melanggar hak asasi manusia.

Asal tahu saja, studi dari The Lancet menunjukkan bahwa sekitar 655.000 warga Irak tewas hingga tahun 2006. Data lainnya, Institut Watson untuk Urusan Internasional dan Publik di Universitas Brown menyebut 200.000 warga sipil tewas sebagai akibat dari kekerasan terkait perang langsung selama invasi AS ke negara itu. Invasi ini diinisiasi Presiden AS George W. Bush dan PM Inggris Tony Blair pada 2023.

Maka, patut diduga laporan OCCRP ini dimanfaatkan oleh sekelompok politikus yang tidak menyukai Jokowi untuk menyerang. Tanpa menafikan tetap ada kekurangan kepemimpinan Jokowi selama dua periode. "Berita OCCRP ini digunakan oleh politisi-politisi yang tak suka dengan Jokowi sebagai senjata untuk menyudutkan Jokowi," kata Faisyal.

Sekilas soal OCCRP

Adapun OCCRP sendiri merupakan organisasi jurnalisme investigasi berbasis di Amsterdam, Belanda, yang berfokus pada isu kejahatan terorganisir dan korupsi global.

Dalam beraktivitas, OCCRP mendapat mendapatkan donasi dari enam donatur pemerintah, termasuk Amerika Serikat (AS), Perancis, dan Swedia, serta sejumlah yayasan swasta yang mendukung jurnalisme investigasi.

OCCRP mendapatkan sumbangan dana dari organisasi seperti The Bay and Paul Foundations, Dutch Postcode Lottery, Ford Foundation, Founders Pledge, dan German Marshall Fund. Ada pula dari National Endowment for Democracy, Oak Foundation, Open Society Foundations, Rockefeller Brothers Fund, Skoll Foundation, Golden Globe Foundation, serta European Union.

Turut juga menyumbang, Badan Kerja Sama Pembangunan Internasional Swedia, Kementerian Eropa dan Luar Negeri Perancis, Kantor Luar Negeri, Persemakmuran, dan Pembangunan Inggris Raya, Badan Pembangunan Internasional AS, dan Departemen Luar Negeri AS juga tercatat menjadi donatur OCCRP.

OCCRP menegaskan akan tetap bisa menulis berita soal negara donatur. Akan tetapi, sejumlah media di luar negeri serta pemerintah India pernah melaporkan organisasi ini menerbitkan laporan investigasi dengan dukungan pemerintah AS. 

 

Sumber: inilah