Pakar hukum tata negara, Mahfud MD mengatakan bahwa eks Ketua KPU, Hasyim Asy'ari tidak hanya bisa dipecat sebagai Ketua KPU atas tindakan asusila yang dilakukan.
Mahfud menegaskan, Hasyim dapat pula dikenakan pidana maupun pemecatan sebagai PNS.
"Saya berpikir langkah hukum yang lain mungkin saja dia itu dikenakan pidana, bisa delik aduan kalau ada yang mengadukan, yang mengadukan itu hanya boleh istri atau suami, yang pelaku kan. Kemudian, ada hukum kepegawaian, dia Pegawai Negeri Sipil (PNS)," kata Mahfud dalam podcast Terus Terang Mahfud MD, dikutip Rabu (10/07/2024).
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) menuturkan, sesuai peraturan disiplin PNS orang yang melakukan tindak pidana itu dapat diberhentikan berdasar hukum administrasi kepegawaian. Diberhentikan tidak dengan hormat.
"Sehingga, menurut saya, Undip (Universitas Diponegoro) misalnya, harus mengambil prakarsa untuk memberhentikan dia tanpa ada pengaduan lagi karena buktinya sudah berdasar proses semacam ajudikasi. Ya, (Hasyim Asy'ari) PNS di Undip, itu harus diberhentikan, dan menurut saya itu penting bagi perguruan tinggi," ujar Mahfud.
Mahfud mengaku bahwa dirinya pernah melakukan tindakan tegas serupa saat menjadi Menpan-RB.
Mahfud memberhentikan seorang dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) karena melakukan tindakan-tindakan asusila.
Saat itu, ia menerangkan, pelaku melakukan pelecahan dan hubungan seksual di luar nikah dan ada 4 orang korban melapor.
Setelah oleh UGM dan Mendikbud diputuskan dipecat, di tingkat terakhir Mahfud memutus dosen itu dipecat tidak dengan hormat.
"Pada tingkat terakhir kan ada Majelis Kepegawaian dipimpin oleh Menpan-RB, waktu itu saya Menpan-RB, ya kita berhentikan, ya Menpan-RB ad interim waktu itu, saya berhentikan. Di sidang itu kita katakan layak diberhentikan, berhentikan, dipecat sekarang tidak dengan hormat, gitu ya," ujar Mahfud.
Menurut Mahfud, tindakan tegas penting sebagai pembelajaran semua dosen berbagai perguruan tinggi.
Jadi, selain dipecat sebagai Ketua KPU, Hasyim Asy'ari bisa dikenakan pidana dan dipecat sebagai PNS.
"Sudah dipecat sebagai Ketua KPU, sekarang sebagai dosen menurut saya juga harus diberhentikan. Kalau perlu juga istrinya itu bisa melakukan pelaporan atau pengaduan, istilah dalam hukum pidana, karena itu delik aduan," kata Mahfud.
Mahfud memandang, model seleksi ketua-ketua lembaga mau diatur seperti apapun jika tidak tahan atas intervensi dari luar akan tetap sama. Sebab, penyelenggara pemilu ini sudah merupakan hasil perubahan demi perubahan.
Apalagi, ia mengingatkan, sistem rekrutmen yang ada di Indonesia belakangan malah lebih banyak diisi tawar-menawar politik.
Dari sistem seperti itu, Mahfud berpendapat, siapa yang memiliki kekuatan politik yang bisa menduduki jabatan-jabatan strategis.
"Tapi, ya sudahlah. Kalau aturan hukum, kalau terkait itu melakukan pelanggaran hukum bisa dipidanakan kan, kalau nanti terbukti menerima suap, menerima apa, mengacaukan pemilu, tapi yang itu kan tidak terbukti sudah, etikanya kan terbukti, etikanya sudah diberhentikan sebagai Ketua KPU," ujar Mahfud.
Ia mengaku heran, orang seperti itu bisa dipilih sebagai ketua lembaga negara.
Ia berharap, setelah ini ada lagi tindakan tegas diberikan, dan jangan sampai dia malah mendapat jabatan-jabatan strategis lain.
"KPU itu lembaga negara, kok bisa terpilih, orang tidak tahu malu, tidak pernah takut dan melakukan pengulangan perbuatan amoral seperti itu, itu kan luar biasa, sehingga menurut saya ya hukumannya, kalau hanya dipecat sih ya kok ringan. Itu akan menjadi bencana bagi bangsa ini kalau itu (misal, diberikan jabatan lain) terjadi," tukas Mahfud.
Sumber: tvone