Efisiensi yang dilakukan perusahaan raksasa e-commerce di Indonesia, Bukalapak, menurut ekonom menjadi sinyal bahwa perekonomian nasional memang sedang berada dalam kondisi kurang baik.
Ekonom Indef, Bhima Yudisthira, menerangkan, hal ini juga tidak lain dampak dari perlambatan kondisi ekonomi global.
"PHK Bukalapak mematahkan teori bahwa ada shifting besar-besaran dari konsumsi ritel konvensional ke ritel online. Faktanya, pada kondisi ekonomi saat ini, keduanya sama-sama berat, baik bagi pemain konvensional maupun online, termasuk startup marketplace," ujar Bhima saat dihubungi wartawan di Jakarta, Selasa (10/9/2019).
Lebih lanjut ia menerangkan, konsumsi rumah tangga saat ini tumbuh rendah pada kisaran 5%.
Hal ini ketika kelas menengah dan atas yang tadinya diandalkan untuk mendorong konsumsi akhirnya terpaksa menahan belanja.
"Konsumen sedang khawatir dengan isu resesi ekonomi global, perang dagang, rendahnya harga komoditas," jelasnya.
Di sisi yang lain, ekspansi bisnis digital tidak selamanya bisa berjalan mulus ketika justru ekonomi secara keseluruhan sedang dalam kondisi tertekan.
Bhina juga menjelaskan, modal ventura asing yang terus menerus menyuntik e-commerce juga memiliki batas.
"Jadi ada limitnya juga. Misalnya Jepang masuk resesi, Eropa resesi, China slowdown pasti suntikan modal ventura ke Indonesia terpengaruh. Ini mungkin yang kurang diperhatikan, hanya melihat dari sisi valuasi tapi profit belum tentu besar," katanya.
Sebelumnya, Bukalapak membenarkan kabar bakal melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawannya.
Chief Strategy Officer (CSO) Bukalapak, Teddy Oetomo, menerangkan, hal itu dilakukan sebagai strategi bisnis jangka panjang, sehingga dibutuhkan penataan lebih lanjut.
"Saat Bukalapak berdiri 9 tahun yang lalu, perkembangan teknologi belum sepesat sekarang. Seiring dengan perkembangan teknologi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang kian maju dan beragam, penataan diri di dalam suatu perusahaan tentunya juga harus dilakukan untuk mengikuti dinamika ini," ujar Teddy di Jakarta, Selasa (10/9/2019).
Menurutnya, pengurangan karyawan tersebut dilakukannya untuk kepentingan bisnis dalam menjadi perusahaan yang terus tumbuh dan menciptakan dampak positif untuk Indonesia.
"Oleh karena itu, kami perlu melakukan penyelarasan secara internal untuk menerapkan strategi bisnis jangka panjang kami serta menentukan arah selanjutnya," paparnya.