Pemerintahan Jokowi cukup serius dalam merealisasikan pemindahan ibu kota. Biaya untuk pembangunan ibu kota negara (IKN) baru ditaksir mencapai Rp 466 triliun. Biaya yang begitu besar tentu tidak bisa hanya dipanggul oleh pemerintah seorang diri.
Ketua DPP Real Estate Indonesia (REI) REI Soelaeman Soemawinata mengatakan, untuk membiayai mega proyek tersebut, pemarintah bisa mencari dukungan dari pihak swasta baik dalam maupun luar negeri lewat berbagai skema.
"Kalau mau gandeng swasta, semua skema investasi harus dibolehkan. Skema investasi itu apa saja, Equity badan usaha (modal internal perusahaan), pinjam bank, terbitkan bond (surat utang) termasuk partnership investasi termasuk dengan asing," ujar dia, Minggu (18/8/2019).
Eman melanjutkan, pembiayaan dari modal asing sangat memungkinkan diterapkan untuk membiayai pembangunan ibu kota baru. Hal itu bisa menarik dana segar tanpa memberikan risiko bagi keuangan pemerintah lantaran yang menggandeng investor asing adalah pihak swasta di Indonesia.
"Kita jangan terlalu alergi dengan investasi asing. Karena kalau investasi asing masuk manfaatnya akan banyak. Bahwa mereka mengejar return (keuntungan) itu wajar saja, tapi manfaat buat di dalam negerinya lebih banyak. Terbuka pusat ekonomi baru, lapangan kerja dan seterusnya," jelasnya.
"Kemudian perputaran uang dari modal asing itu kan akan menimbulkan pajak yang masuknya ke kas negara bukan ke asing. Artinya tidak perlu alergi dengan perusahaan asing," sambungnya.
Hanya saja, pemerintah juga perlu mencatat sejumlah hal. Investasi asing yang masuk haruslah dari lembaga keuangan kredibel yang tetap bisa memenuhi asa kandungan dalam negeri.
"Jangan kita tarik investasi asing, terus tukang temboknya mereka bawa dari negaranya. Jangan investasi asing yang seperti itu. Investasi asingnya harus yang memberikan manfaat buat dalam negeri," tegas dia.
Lebih lanjut ia menambahkan, agar asing mau berinvestasi mendukung pembiayaan proyek tersebut, maka pemerintah harus memberikan kepastian hukum.
"Kepastian hukum itu akar dari semuanya. Bangun ibu kota negara itu kan kita bicara 50 tahun, bicara jangka panjang. Jangan sampai ganti presiden terus ganti kebijakan. Kalau gitu caranya ya bubar investor. Makanya kita minta ada konsensus nasional agar ada kepastian jangka panjang," tandas dia. 0 dtk