KEBENARAN dan keadilan akhirnya bisa ditegakkan. Setelah menunggu sekian lama, Mahkamah Agung (MA) membuat putusan yang cukup melegakan konsumen telepon seluler. MA menghukum lima operator karena melakukan kartel tarif SMS.
Putusan ini memperoleh apresiasi dari Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Sebab putusan tersebut dinilai tepat dan berpihak kepada konsumen yang telah dirugikan. Tak tanggung-tanggung, akibat permainan tarif SMS para operator itu, menurut penghitungan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), kerugian konsumen mencapai triliunan rupiah.
Berdasarkan penelusuran KPPU tarif kartel SMS selama 2004 hingga awal 2008, pelaku operator mendapatkan gemerincing pulsa mencapai Rp133 triliun. Setelah disidik KPPU, keuntungan itu sebagian didapat hasil kartel tarif SMS yang mencapai Rp2,8 triliun
"Kami mengapresiasi putusan MA karena praktik kartel merupakan perbuatan terlarang dalam persaingan usaha dan merugikan konsumen. Akibat kartel terbukti ada kerugian konsumen dari sisi materi sehingga harus dikembalikan," ujar anggota BPKN David Tobing di Jakarta.
Lima operator yang dijatuhi hukuman adalah PT Excelkomindo Pratama, Tbk; PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk; PT Telekomunikasi Seluler, PT Bakrie Telecom dan PT Mobile-8 Telecom, Tbk. David mengungkapkan putusan MA itu cepat atau lambat mengubah perilaku usaha seluruh operator seluler di Indonesia. Mereka tidak lagi bisa sewenang-wenang mempermainkan tarif.
Kepada operator tersebut, David mendorong agar mereka bisa segera membayar ganti rugi kepada konsumennya. Jika tidak, maka konsumen berhak menempuh jalur hukum terhadap operator yang digunakan.
“Bisa secara volunteer operator menghitung dan kembalikan ke konsumen yang tercatat siapa saja. Dikembalikannya juga bisa berupa pulsa atau potongan biaya telepon. Kalau enggak mau, konsumen punya hak menggugat selama bisa buktikan provider tersebut," papar David.
Bagaimanapun caranya, BPKN mendorong agar lima operator yang terbukti bersalah itu segera menjalankan putusan MA. "Saya pikir ini juga bukan kerugian konsumen dari sisi perdata saja, tapi kalau memang ternyata kartel merugikan konsumen bisa juga dibawa ke sisi pidana, seperti kasus pencurian pulsa kan pidana. Bisa juga melalui LPKSM (Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat), memakai mekanisme class action (bersama-sama) atau metode gugatan legal standing," lanjut David.
Dipatahkan PN Jakpus
Kasus kartel tarif SMS ini bermula saat KPPU menerima adanya dugaan pelanggaran Pasal 5 UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat oleh sejumlah provider seluler di Indonesia. KPPU langsung bergerak cepat mengawasi operator-operator yang dicurigai melakukan kartel tarif SMS sepanjang 2004-2007 untuk tarif off-net (lintas operator) pada pasar kompetitif.
Benar saja dalam kurun waktu tersebut, operator seluler meraup keuntungan hingga Rp133 triliun. Atas dasar temuan itu, KPPU mengusut operator yang dinilai bersalah karena telah merugikan konsumen hingga triliunan rupiah.
Berdasarkan hasil investigasi dan penyidikan KPPU, didapati lima operator yang main mata dalam menentukan tarif sehingga KPPU menjatuhkan denda yaitu PT Excelkomindo Pratama, Tbk dihukum sebesar Rp25 miliar, PT Telekomunikasi Seluler dihukum Rp25 miliar, PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk dihukum sebesar Rp18 miliar, PT Bakrie Telecom dihukum sebesar Rp4 miliar dan PT Mobile-8 Telecom, Tbk sebesar Rp5 miliar.
Terhadap putusan itu, para operator pun keberatan dan mengajukan banding terhadap KPPU ke PN Jakpus. Majelis hakim PN Jakpus justru membalik keadaan dengan membatalkan keputusan KPPU alias memenangkan operator tersebut.
Tak terima, giliran KPPU mengajukan kasasi ke MA. Hasilnya, pada 29 Februari 2016 lalu ketua majelis hakim agung Syamsul Maarif SH LLM PhD dengan anggota hakim agung Dr Abdurrahman dan hakim agung I Gusti Agung Sumanatha mengabulkan kasasi KPPU.
Atas putusan itu, Ketua KPPU Syarkawi Rauf memberi acungan jempol untuk lembaga tertinggi peradilan di Indonesia tersebut. "Kita sangat mengapresiasi hakim yang menangani perkara ini. Artinya, sesuai yang diinginkan KPPU untuk membuat industri telekomunikasi lebih efisien dan lebih murah itu kan
menguntungkan rakyat," ujar Syarkawi.
DPR juga mengapresiasi putusan MA. Wakil Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid meminta para operator mengembalikan hak-hak konsumen tersebut. "Kita mendukung segala upaya hukum untuk melindungi hak hak konsumen. Maka kini dengan adanya putusan tersebut, wajib bagi perusahaan yang dimaksud untuk mengembalikan hak-hak konsumen," kata Meutya kepada wartawan.
"SMS ini sebuah layanan yang sangat dekat dengan masyarakat dari perkotaan hingga di desa. Jadi patut kejadian ini menjadi pelajaran bagi para operator agar selalu memperhatikan dan melindungi hak konsumen ke depan," lanjut politikus Partai Golkar itu.
Mantan presenter ini menegaskan bahwa peristiwa ini adalah pembelajaran bagi para konsumen yang selama ini cenderung permissive. Jika ada keberatan terhadap operator atau merasa dirugikan, hendaknya melapor karena konsumen punya peran penting dalam menciptakan industri yang sehat. O jay