Image description
Image captions

Markas Besar (Mabes) TNI menyampaikan sikapnya terkait wacana mengembalikan Polri di bawah kendali TNI yang saat ini tengah menjadi bahan perbincangan publik.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Hariyanto mengatakan TNI menghormati setiap wacana atau diskusi yang berkembang terkait perubahan struktur lembaga negara, termasuk Polri. 

Namun, lanjut dia, TNI berpegang pada Undang-Undang yang mengatur peran dan tugas masing-masing institusi. 

Ia mengatakan TNI dan Polri memiliki fungsi yang berbeda namun saling melengkapi. 

Saat ini, ungkapnya, koordinasi antara TNI dan Polri sudah berjalan baik dalam menjaga stabilitas keamanan nasional. 

"Segala perubahan terkait struktur atau koordinasi antar lembaga merupakan kewenangan pemerintah dan DPR, dan TNI akan mengikuti kebijakan sesuai keputusan resmi negara," kata Hariyanto sebagaimana dilansir Tribunnews.com pada Minggu (1/12/2024).

Wacana mengembalikan Polri di bawah kendali TNI atau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebenarnya isu lama yang kini muncul lagi.

Usul itu mengemuka lagi setelah dilontarkan Ketua DPP PDIP bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif, Deddy Sitorus.

Usulan itu muncul sebagai respons atas dugaan pengerahan aparat kepolisian untuk mempengaruhi hasil Pilkada serentak 2024 di sejumlah wilayah.

Deddy berharap usulan itu disetujui DPR RI agar tugas polisi juga direduksi sebatas urusan lalu lintas, patroli menjaga kondusivitas perumahan, dan reserse untuk keperluan mengusut dan menuntaskan kasus-kasus kejahatan hingga pengadilan.

"Kami sedang mendalami kemungkinan untuk mendorong kembali, agar Polri kembali di bawah kendali Panglima TNI atau agar Polri dikembalikan ke bawah Kemendagri," kata Deddy di Kantor DPP PDIP Jakarta pada Kamis (28/11/2024).

Polri  belakangan dituding sebagai "Parcok" atau Partai Coklat.

Istilah ini disebut pertama kali oleh Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto yang menyinggung soal pergerakan “partai coklat” perlu diantisipasi.

Hasto menyampaikan ini ketika menegaskan seluruh jajaran PDI-P memantau pelaksanaan pemungutan suara Pilkada Serentak 2024, Rabu (27/11/2024).

“Di Jawa Timur relatif kondusif, tetapi tetap kami mewaspadai pergerakan partai coklat ya, sama dengan di Sumatera Utara juga,” ujar Hasto di kediaman Megawati Soekarnoputri, Rabu (27/11/2024).

Istilah itu kemudian menyudutkan Polri karena disebut-sebut melakukan pengerahan aparat pada pemilihan umum, baik Pilpres, Pileg maupun Pilkada.

Dibantah Gerindra

Komisi III DPR melihat isu parcok dalam Pilkada 2024 adalah kabar bohong atau hoaks. Ini seperti disampaikan Ketua Komisi III DPR Habiburokhman.

Adapun Komisi III merupakan mitra kerja Polri di DPR.

"Apa yang disampaikan oleh segelintir orang terkait parcok dan lain sebagainya itu, kami kategorikan sebagai hoaks," kata Habiburokhman di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (29/11/2024).

Terkait partai coklat ini, Habiburokhman menyebut ada juga anggota DPR RI yang dilaporkan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI usai melontarkan tudingan itu.

Namun, ia enggan mengungkap identitas anggota DPR yang dilaporkan ke MKD DPR itu.

"Saya dengar orang tersebut sudah dilaporkan ke MKD. Kalau dilaporkan ke MKD tentu prosedurnya akan dipanggil, dimintai keterangan diminta untuk membuktikan. Kalau tidak bisa membuktikan, tentu ada konsekuensinya," ucapnya.

Respons Polri

Polri hanya bungkam ketika mendapat tudingan "Parcok" maupun usulan dikembalikan ke TNI/Kemendagri.

Ketika ditanya mengenai dorongan PDI-P untuk mengembalikan Polri ke TNI atau Kemendagri, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta wartawan bertanya kepada yang mengusulkan.

"Tanya yang nanya," ujar Listyo, di kompleks Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah, pada Jumat (29/11/2024), saat acara wisuda Prabhatar Akademi TNI dan Akademi Kepolisian (Akpol).

Sementara itu, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto yang hadir dalam acara tersebut juga memilih untuk tidak memberikan komentar dan mengikuti langkah Listyo.

Aktivis: Semangat Reformasi Mundur

Aktivis Hak Asasi Manusia Usman Hamid memandang wacana mengembalikan Polri di bawah kendali TNI semakin memundurkan agenda reformasi jauh ke belakang.

Baca Selanjutnya:

Gibran Disindir setelah Bagikan Sembako, Rocky Gerung: Tugasnya Bukan di Situ, Itu Tugas Ketua RT

X

 

Penulis: Gita Irawan

Editor: Hasanudin Aco

   

AA

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Hariyanto

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Hariyanto

Menurut Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia itu tugas TNI dan Polri sangat berbeda.

Menurut Usman, TNI dilatih, dididik, didanai, dan dipersenjatai sebagai alat negara di bidang pertahanan negara. 

Sasaran TNI, kata dia, adalah ancaman nyata dari musuh luar negeri.

Sedangkan Polri, lanjutnya, dilatih, dididik, didanai, dan dipersenjatai sebagai alat negara di bidang keamanan. 

"Wacana itu jelas semakin memundurkan reformasi jauh ke belakang," kata Usman  dilansir  Tribunnews.com pada Minggu (1/12/2024).

Usman juga pernah menyampaikan catatannya terkait 26 tahun reformasi pada Mei 2024 lalu.

Ia memandang saat itu reformasi telah berjalan putar balik setelah 26 tahun.

Usman mengatakan pada Selasa (21/5/2024) lalu, seharusnya menandai 26 tahun lahirnya era reformasi yang menjadi sebuah tonggak penting dalam sejarah Indonesia. 

Namun, lanjut dia, kebebasan sipil yang diperjuangkan para mahasiswa dan masyarakat 26 tahun lalu justru kian terancam.

“Hal-hal yang diperjuangkan reformasi, seperti penegakan supremasi hukum, kebebasan berpendapat, kemerdekaan pers, dan penghormatan HAM, termasuk pengusutan kasus-kasus pelanggaran berat, kini terasa kian jauh dari jangkauan," kata Usman.

"Reformasi putar balik. Alih-alih menjamin hak untuk mengkritik, dan mengontrol kebijakan, negara malah menyempitkan ruang sipil, mengabaikan cita-cita Reformasi," sambung dia.