Image description
Image captions

Warga RT 019 RW 017, Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, sudah terbiasa dengan krisis air bersih, baik saat musim hujan maupun kemarau. Warga yang memasang mesin pompa Perusahaan Air Minum (PAM) pun tidak bertahan lama.

“Bukan kekurangan air, dari dulu juga udah kekurangan air. Saya masang PAM bertahan 6 bulan, yang keluar cuma lumpur. Saya mau ngisi (bak) air nggak ada,” ujar salah seorang warga, Yuyun, saat ditemui di kediamannya, Jalan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, Rabu (24/7/2019).

Yuyun, yang merupakan ibu tiga anak, merasa rugi ketika memasang mesin PAM. Mesin yang sudah dipasang tidak mengeluarkan air, malah Yuyun dikenai beban biaya.

“Di sini mah rugi masang (pompa air), ya kita baru masang sudah mati,nambahin beban (biaya) air, nggak keluar aja nambahin beban. Saya masangtahun berapa itu, disuruh bayar, padahal mah keluar juga nggak. Bayar ke PAM,” katanya sambil mengupas bawang bersama teman-temannya.

Untuk mendapatkan air bersih per hari, Yuyun harus mengeluarkan uang sampai Rp 50 ribu. Dia membeli dari para penjual air bersih yang berada di sekitar rumahnya.

“(Biar dapat air) ya beli pikulan. Sehari bisa beli 4 pikul (jeriken), satu pikul Rp 5.000, dikaliin tuh. (Bahkan) sehari bisa lebih dari 4 pikul. Sehari (pengeluaran) bisa Rp 50.000 sampai Rp 40.000 buat beli air aja itu,” ucapnya.

Yuyun memesan air bersih kepada penjual sesuai dengan kebutuhan. Air nantinya akan diantarkan ke rumah Yuyun. Saat air bersih tiba, sang penjual akan menuangkan air bersih tersebut ke dalam drum plastik besar yang sudah disiapkan Yuyun di depan rumahnya.

Air tersebut digunakan Yuyun beserta keluarga untuk kebutuhan sehari-hari. Untuk cuci pakaian pun terkadang Yuyun melakukannya seminggu sekali agar irit air dan pengeluaran.

“Saya kalau nyuci 2 hari sekali. Kalau dipikir nyuci tiap hari boros air. Nyuci 2 hari sekali sama aja. Kadang nyuci pernah seminggu,” keluhnya.

Saking harus irit menggunakan air yang dibeli, teman Yuyun, Linda, punya candaan tersendiri. Candaan ini terkait penggunaan air bersih yang dijatah untuk mandi.

“Makanya kata orang-orang, orang Muara Baru butek-butek, ha-ha-ha…. Orang mandinya aja dijatah airnya. Gimana nggak butek? Ha-ha-ha…,” guraunya.

Kembali ke Yuyun, dia merasa sudah lelah menghadapi kekurangan air ini sehingga sudah terbiasa. Dia belum merasakan sentuhan pemerintah DKI Jakarta untuk kebutuhan air per harinya.

“Ah udah capek pemerintah ngomong, dari kemarin udah masuk TV, mana? Nggak ada tanggapannya. Sudah masuk TV,” imbuhnya.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengungkapkan mahalnya biaya yang harus dibayar masyarakat di Jakarta untuk mendapatkan air bersih. Hal itu imbas belum meratanya jaringan pipa air bersih.

“Kalau lihat harganya mereka menghabiskan uang Rp 600 ribu per bulan, sementara yang berlangganan air pipa, air minum itu Rp 120-150 ribu,” kata Anies, di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Selasa (23/7).0 dtk