Image description
Image captions

Gelaran kampanye akbar pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) pada Minggu (7/4) menjadi perbincangan di media sosial. Sejumlah pihak menyoroti saf (barisan) massa pendukung Prabowo-Sandi yang bercampur antara perempuan dan laki-laki saat salat subuh berjemaah sebagai pembuka rangkaian kegiatan.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Yunahar Ilyas menilai bercampurnya saf perempuan dan laki-laki tak perlu dipermasalahkan jika dalam keadaan darurat. Menurut dia, pemandangan seperti itu akan jamak ditemui di area Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi. 

"Di Masjidil Haram saja terjadi, dalam keadaan darurat semuanya bisa terjadi. Enggak masalah, namanya juga darurat, kalau kita pergi ke Makkah, Anda akan lihat itu," ujar Yunahar, Minggu (7/4). 

"Susah, kan, mengatur, Masjidil Haram, kan, keliling tuh, susah mengatur walaupun sudah diatur oleh banyak petugas. Kadang enggak bisa, perempuan di depan, laki-laki di belakang, kadang satu baris bisa campur, kalau darurat, ya, enggak apa-apa," tuturnya. 

Yunahar menegaskan hal itu hanya bisa ditolerir untuk keadaan darurat. Sementara untuk keadaan normal di dalam masjid, hukum mengatur saf adalah wajib.  

"Misalkan orang salat harus berdiri, tapi kalau enggak sanggup berdiri, boleh duduk. Kalau enggak sanggup duduk, boleh berbaring. Lalu kalau pakaian kotor enggak bisa diganti, pakaian kotor (saat salat) saja juga boleh. Jadi dalam keadaan darurat itu semua yang keadaan dilarang itu dibolehkan," ungkapnya. 

"Tapi kalau keadaan normal, safnya kalau laki-laki laki di depan, perempuan di belakang. Tapi kalau di lapangan, sulit itu mungkin mengaturnya, apalagi begitu banyak orang," imbuh Yunahar. 0 kp